Rabu, 03 Oktober 2012

For My Lovely D&D....THANKYOU!!!


Haloooo...

This is october lhoh, my bhirtday is getting near...and too bad I don’t want to be old. Huft. HAHAHAHA.

Enggak, bukan itu yang mau gue bahas tapinya. Gue mau cerita soal, uhm...dua sahabat gue, Dita dan Dita. HEHEHE. Bukan, bukan dita yang sering gue bahas di postingan sebelumnya. Yap. Gue memang super jodoh sama nama ‘Dita’ karena gue punya tiga sahabat yang namanya sama-sama Dita. Sampai gue pernah sumpah gue enggak akan namain anak gue dengan nama ‘Dita’ HAHAHA.

D&D ini [hahaha entah kenapa ini semacem merk apa gitu] dua orang dari sekian banyak orang yang mewarnai masa SMA gue. Kita bertiga ketemu di kelas dua dan butuh sedikit waktu untuk jadi akrab, tapi singkat cerita, pelajaran ‘High Learning’ yang super ngebosenin jadi waktu-waktu yang kemudian bikin kita jadi super deket.

Dita Fitri yang gue panggil “ta” dan Dita Ardiarini yang gue panggil “dit” ...............HAHAHA super ngga ngaruh sih, tapi mereka kadang protes lhoh kalo gue manggilnya ke balik, padahal kan bukan salah gue ya, salah mereka kenapa namanya sama #eh.

Setelah kita lulus SMA, alhamdulillahnya kita bertiga masih berhubungan baik banget, dan di tulisan ini, yang memang gue tulis khusus buat mereka, gue mau bilang makasih banyak buat mereka berdua. Bukan berarti gue enggak mau bilang makasih sama sahabat gue yang lain, karena buat gue semua sahabat yang gue punya adalah orang-orang terhebat, sabar, pengertian, dan super tahan sama sikap dramaqueen gue.

Tapi, ada kejadian sekitar awal bulan lalu, dimana gue lepas kontrol sama diri gue sendiri, dimana gue lagi-lagi entah untuk keberapa kalinya menarik diri dan sibuk sama dunia ketakutan gue sendiri. Dan akhirnya, gue memutuskan untuk ketemu sama mereka berdua...

Untuk pertama kalinya setelah hampir tiga tahun kita kenal dan dekat, gue berusaha untuk ceritain semua yang mau gue ceritain, gue berusaha untuk menunjukkan setiap kelemahan yang gue punya dan selama ini gue tutupin, gue berusaha untuk nyimpen rasa malu dan ngeluarin apapun yang gue mau mereka untuk dengar.

Dan mereka dengan penuh sabar, dengerin setiap kata dan kalimat yang gue ucapin, bahkan setelah selesai pun, mereka enggak ngomong banyak tapi rasanya gue masih inget pelukan yang mereka kasih untuk gue hari itu, mereka enggak ngejudge dan mereka juga enggak kasih gue kata-kata ala Mario Teguh tapi bayang-bayang air mata dan ketulusan yang gue lihat di mata mereka hari itu, bikin gue sadar,

I’m not alone and I’m worth it.  

Gue bukan orang baik, tapi Tuhan kasih gue sahabat-sahabat yang super yaitu mereka semua, ya...walaupun super juga gilanya. Mereka berdua [ataupun sahabat gue yang lain] enggak selalu ada di sisi gue, jujur..kadang bahkan gue lupa sama mereka ketika gue bahagia atau ketika gue lagi ngerasa hidup ini indah banget.

Tapi anehnya, walaupun gue super nyebelin gitu, mereka bisa aja tuh tiba-tiba muncul disaat gue lagi bener-bener butuh sandaran atau pelukan. Walaupun kadang karena gue enggak mau kelihatan lemah di depan mereka sampai akhirnya gue menolak kehadiran mereka, mereka tetap aja bertahan dan sabar nungguin gue,

They’re just awesome, cause they’re never give up on me.

Lagu-lagu dari Secondhand Serenade dan Last Child, selalu mengingatkan gue sama Dita Ardiarini. Karena dia orang yang ‘mengenalkan’ gue sama lagu-lagu mereka itu, agak kontras sih ya, but...whatever. Di mata gue, dia itu susah untuk di baca, kadang gue ngerasa gagal lho jadi sahabatnya karena enggak pernah tahu apa-apa tentang dia tapi kok dia selalu ada aja saat gue butuh. Tapi gue belajar ini dari dia “life doesn’t get 
easier, but life teach us to be stronger” enggak, dia enggak pernah bilang ini ke gue, tapi dia nunjukkin itu dan well..itu yang gue dapet dari menjadi sahabatnya. Oh! Dan dia, diam-diam, suka baca cerita-cerita yang gue tulis HAHAHAHA.

Sementara You Belong With Me-nya Taylor Swift itu semacem soundtrack wajib buat gue sama Dita Fitri. Alasannya ? HAHAHAHA, semacam masa lalu yang sudah move on #eaaa. Gue lebih sering habisin waktu berdua sama anak ini, kita pernah les bahasa inggris bareng dan gue selalu ‘pulang’ ke rumahnya dia saat itu buat numpang makan siang. HAHAHA. Ada satu kalimat dari dia yang buat gue nyentuh banget, “you are someone who knows myself better than I know myself” kedengerannya memang gombal banget dan mungkin sekarang kalimat itu juga udah enggak tepat buat gue. Tapi itu salah satu kalimat yang akan gue ingat dengan jelas sepanjang hidup gue.

Kita bertiga jarang ketemu, jarang bbm-an, jarang mention-an, apalagi telpon-telpon-an. Tapi keberadaan mereka kemarin buat gue, bener-bener bikin gue merasa super beruntung. Mereka punya masalah sendiri dan mereka bisa jadi egois, tapi mereka milih untuk dengerin gue, dan kasih semangat buat gue.

Kata terimakasih atau kata sayang berapa kalipun yang gue ucapin buat mereka, gue rasa enggak akan pernah cukup untuk ngebales keloyalan mereka untuk selalu ada buat gue....

I’d be lost without my bestfriends, thankyou so much for stay here, for came and never left, for all the crazy things we did together, for being weird with me, for hugs and tons of love.
I LOVE YOU BOTH!!!!!!!!!!!!!!!!   



ps : ini foto kita bertiga pas wisudaan SMA hahaha, urutannya dita fitri-gue-dita ardiarini. foto kita bertiga yang lain adanya di bb gue tapi kabel data gue enggak tahu kemana...jadi.....anw kita aslinya super cantik lebih dari ini kok XOXO.

Jumat, 03 Agustus 2012

Say No To Bullying

uhm. enggak tahu juga kenapa pengen nulis ini. mungkin karena akhir-akhir ini banyak berita tentang pem-bully-an kali ya. sesuatu yang, enggak-akan-pernah-menjadi-keren untuk apapun alasannya. SAY NO TO BULLYING.

gue pernah merasa, gimana rasanya di bully, bukan secara fisik tapi lebih ke secara mental. pada saar itu, gue sendiri enggak merasa karena mungkin usia gue waktu itu bikin gue enggak berfikir sampai sana. tapi kalau sekarang gue inget lagi masa-masa itu, sedikit banyak momen-momen itu yang membuat gue seperti ini sekarang.

bokap gue seorang tentara angkatan udara, yang bikin beliau enggak pernah bertahan dinas si satu tempat untuk jangka waktu yang lama, so far, delapan belas tahun ini gue udah tinggal di lima kota dan tiga pulau besar yang berbeda di Indonesia.

momen perpindahan yang pertama itu dari Pekanbaru [Sumatra] ke Makasar [Sulawesi] saat gue berusia tiga tahun. saat baru pindah gue enggak punya temen sama sekali, menurut cerita nyokap setiap hari gue cuma bisa nangis. ada anak-anak seumuran gue di sekitar rumah, tapi setiap gue main sama mereka, gue akan selalu berakhir dengan di nakalin. entah gue yang lagi naik sepeda di dorong di jalan turunan, atau sepeda gue di mainin sama mereka dan guenya cuma pasrah ngelihat, ya..hal-hal semacam itu,

enggak lama, bokap gue di tugaskan ke Kupang dalam rangka pelepasan Timor-Timor waktu itu [1998] karena itu daerah konflik, gue, nyokap dan adek gue Gilang pindah ke rumah eyang putri gue di Yogya. gue masuk tk sekitar tiga bulan dan setelah itu gue masuk sd.

gue masuk sd kanisius yang terkenal disiplin dan 'keras' dimana murid-murid yang masuk kesana pada waktu itu hampir seluruhnya udah bisa membaca, menulis dan berhitung. sementara gue, yang selama tk di Makasar enggak pernah belajar hal-hal serinci itu dan belum lama tk di Yogya, masuk dengan status anak bodoh yang enggak bisa apa-apa. gue duduk di bangku kedua dari belakang dan sendirian, lagi-lagi gue enggak punya teman sama sekali, gue kaya 'outcast' di kelas gue sendiri, bahkan gue rasa sekarang enggak ada yang inget pernah sekelas sama gue.

setiap hari nyokap gue bawain bekal makanan, dan kalau istirahat gue cuma makan bekal itu depan kelas sambil ngelihatin teman-teman gue yang lain main tanpa ada yang peduli buat ngajak gue gabung, dan gue sendiri dengan rasa minder yang gue punya karena gue enggak sepintar mereka, gue merasa 'enggak pantas' juga untuk main sama mereka. saat itu tanpa sadar gue udah ada di posisi 'mental breakdown' karena lingkungan seperti itu. cara lain gue menghabiskan masa  istirahat adalah dengan ke perpustakaan, jadi..ya gue 'totally nerd' waktu itu, cuma tanpa kacamata dan kawat gigi besar aja ;p

beruntungnya, gue cuma perlu sekolah di sd itu selama enam bulan, ya..walaupun selama enam bulan itu gue merasa terasingkan dan sendirian, dan sejujurnya ini pertama kalinya gue ceritain ini jadi orang tua gue juga enggak ada yang tahu. bokap gue pindah tugas lagi, dan sekarang kita sekeluarga pindah ke Bandung.

gue masuk sd negeri di Bandung, dan ajaibnya pelajaran yang istilahnya udah gue pelajarin sampai bab 5 di Yogya baru sampai bab 3 di Bandung. jadi gue, seorang anak bodoh yang enggak punya temen di Yogya, tiba-tiba berubah jadi seorang anak pindahan pintar dari Yogya. dan gue punya temen, enggak cuma satu, tapi lebih dari itu, bahkan hampir satu kelas tertarik sama keberadaan gue. roda kehidupan berputar, eh ?

tapi keadaan itu malah bikin gue jadi punya sebuah pandangan, "oh, kalau gue pinter, gue enggak perlu lagi takut enggak punya temen." dan siapa sangka, pandangan ini akan terus gue bawa sampai bertahun-tahun kemudian dari sejak hari kepindahan gue itu.

gue di Bandung sampai kelas 4sd, melewati semuanya dengan bahagia-bahagia aja, dan akhirnya gue pindah ke Jakarta. dengan rasa percaya diri yang udah melekat di diri gue, gue enggak punya masalah berarti dengan adaptasi di Jakarta, walaupun sayangnya gue juga bukan tipe yang gampang akrab, tapi gue melalui masa sd gue di Jakarta dengan nyaman dan gue masih punya beberapa teman yang sampai hari ini masih sering main sama gue.

masalah terulang pas SMP, gue masuk ke sebuah SMP negeri unggulan dimana cuma ada 5orang termasuk gue dari sd gue sebelumnya. dengan kata lain, ini jadi sebuah fase yang bener-bener baru lagi buat gue. temen-temen yang gue temuin saat itu kebanyakan udah punya geng [yeah...anak smp = geng :3] yang terdiri dari temen-temen sd mereka sendiri dan gue enggak bisa sok asik untuk gabung gitu aja.

menjelang semester pertama berakhir, gue dipanggil ke ruang BP, bukan karena gue nakal atau karena bermasalah, tapi karena sebelumnya guru BP gue bikin semacam voting, setiap anak di kelas harus nulis nama tiga orang yang paling dekat sama mereka, dan nama gue cuma ditulis sama satu orang dan dia adalah teman sebangku gue sendiri. ya, sekali lagi, setelah enam tahun berselang gue kembali menjadi 'outcast' di kelas gue.

kalau ditanya rasanya kaya apa, saat itu gue cuma ngerasa, "gue separah ini ya ?" dan lebih dominan rasa malunya, karena di panggil BP dengan masalah enggak-bisa-bersosialisasi-dengan-baik.


akhirnya gue kembali ke prinsip gue, kalau gue harus pinter biar orang mau temenan sama gue. dan masalahnya, jadi pinter di SMP itu enggak semudah yang gue kira. sampai gue memilih fokus sama mata pelajaran kesukaan gue, Bahasa Indonesia. gue bahkan merasa senang kalau temen gue dateng ke gue cuma untuk nyontek pr atau tugas atau apapun yang ada hubungannya dengan mata pelajaran itu, karena pada saat itu gue merasa kalau keberadaan gue enggak sia-sia, kalau orang tahu gue ada dan gue butuhin.

poin yang mau gue tegasin dari cerita gue di atas, sekecil apapun, baik itu tindakan ataupun kata-kata apa aja, yang kita keluarin ke orang lain tanpa kita sadar, kita bisa aja ngancurin rasa percaya dirinya, dan itu yang terjadi sama gue. gue enggak tahu rasanya di bully secara fisik [dan enggak mau juga] tapi apa yang gue rasain dari gue kelas satu di Yogya saat itu, tittle 'anak bodoh' yang melekat di diri gue hari itu, bikin mental gue jatuh, dan gue juga jadi punya penilaian ke diri gue kalau "iya..gue memang bodoh kaya apa yang mereka bilang".

dan pandangan yang akhirnya terbentuk dari serangkaian situasi itu, mungkin awalnya bagus karena memacu gue untuk semangat belajar, tapi kesininya, gue menjadikan itu senjata untuk bertahan. gue enggak peduli orang inget nama gue, manggil gue, deketin gue cuma saat mereka butuh ilmu yang gue punya, yang gue peduliin cuma gue mau orang mengakui gue ada, dan percaya deh, itu rasanya melelahkan banget. karena mau enggak mau, gue harus terus berusaha untuk bisa ngasih yang terbaik, karena kalau gue gagal sekali aja, orang enggak akan datang lagi ke gue, dan gue enggak mau itu terjadi. sesuatu yang menjadi akar, dimana kemudian harinya, gue enggak bisa terima kata kegagalan.

karena bagi gue, gagal = dijauhin. sesederhana itu tapi gue enggak mau ngalamin itu lagi.

Allah sayang sama gue, makanya kelas satu menjelang naik ke kelas dua, gue ketemu sama orang-orang hebat yang sampai sekarang masih jadi sahabat gue, Dita, Listi, Galuh, yang enggak dateng cuma saat mereka butuh dan pergi saat gue gagal. dan gue sangat berterimakasih untuk itu. juga untuk sahabat-sahabat gue lainnya yang gue temuin di waktu-waktu berikutnya.

setiap orang punya hak yang sama, dan selain Allah/Tuhan enggak ada satu orang pun yang boleh men-judge orang lainnya baik secara verbal ataupun nonverbal cuma karena mereka terlihat lebih lemah. ada harga yang harus di bayar untuk itu semua.

gue bahagia hari ini sama hidup gue, pengalaman gue saat itu bikin gue belajar banyak hari ini, dan....setiap orang gue rasa perlu ngalamin apa yang gue alamin, pengalaman orang lain bisa jadi guru yang hebat juga untuk masa depan, iyakan ?

sekali lagi,

STOP BULLYING, ISN'T COOL, WASN'T COOL, AND WON'T BE COOL.

cheers @nindhiyaa

Minggu, 24 Juni 2012

what should I do ?

err..oke, besok senin gue mulai UAS selama seminggu dan harusnya malam ini gue belajar, bukannya buka laptop, nyalain modem dan kemudian blogging.

tapi...

huft. untuk 53671892034457 kalinya, gue benar-benar merasa 'terjebak' dalam posisi dimana gue merasa ini bukan apa yang gue mau. kuliah menjadi sesuatu yang paling absurd -lebih absurd daripada bahasan timeline tiap malam- yang sama sekali enggak gue ngerti.

gue tahu, gue kuliah untuk menjadi S1, sarjana komunikasi kalau melihat jurusan yang gue tekuni sekarang. tapi udah, sejauh itu doang, selebihnya gue enggak tahu empat tahun ke depan setelah lulus apa yang harus gue lakuin. kayanya capai gitu kalau harus terjebak di ruang kantor yang pengap, di balik meja dengan setumpuk berkas dan label deadline, bos yang annoying dan teman yang sibuk ngurusin urusan orang.

di postingan sebelum ini, gue sempat membahas tentang keinginan yang sekarang gue beri nama 'travelling-author' tapi terus gue juga semacam tertampar dengan pertanyaan, 'gila, mau makan pakai apa lo nin kalau enggak kerja dan cuma nulis-nulis non-sense dari satu tempat ke tempat lain ?!!"

so. gue sangat-amat tidak mengerti sebenarnya dengan hidup  yang gue jalani sekarang. gue bahkan tidak memiliki motivasi sama sekali untuk membaca handout-handout menyebalkan di sebelah gue ini dan memahami isinya yang diluar kemampuan gue. yang bikin gue daritadi tetap berusaha membaca materi zuper-ajaib ini cuma pemikiran 'gue enggak mau nangis karena dapet C....'

yap, gue cuma ngga mau nangis, ngga mau buang air mata gue sia-sia, tapi sekarang juga ngga bisa maksain belajar. ya Allah T-T

kadang, atau mungkin akhir-akhir ini menjadi sering, gue berharap, disini, di negara tercinta yang gue tinggalin sekarang, ngga ada orang yang memandang orang lain dari tingkat pendidikannya, ngga harus dapet A untuk semua mata kuliah biar di-cap pintar...

jadi,
gue
bisa
ngelepasin
semuanya
tanpa
mikirin
pandangan
orang
dan
tanpa
merasa
bersalah 
jalanin
apa
yang
gue
mau

.....sebagian orang bisa sukses dari hobinya kan ?

-cheers- @nindhiyaa

ps: ada yang mau minjemin otaknya buat uas besok ?

Minggu, 08 April 2012

Perjuangan & Pengorbanan (Antri tiket SS4Ina)

SuperShow4 Ina...

yap, akhirnya setelah sekian lama, setelah sekian kota dan negara di datengin, Indonesia atau lebih spesifiknya Jakarta dapet giliran untuk lihat Super Junior beraksi disini dalam lingkup Super Show.

dan entah harus bangga atau apa, gue dan teman-teman gue (kak Mel dan Prima) bergabung sama ELFs (dan calo-ers -_-) untuk mendapatkan tiket show tanggal 28 dan 29 itu di public sale kemarin (6-7 april).

dua hari ! ya.

terdengar lebai tapi gue akan menyebut apa yang telah gue lakuin kemarin dengan kata 'perjuangan' dan 'pengorbanan'. Pengorbanan gue sendiri sebenarnya udah gue mulai dari semenjak harga tiket itu di rilis, dengan range dari dua juta sampai lima ratus ribu, dan dengan pertimbangan segala macam, gue memutuskan untuk milih tiket Junior Vip yang satu juta empat ratus. Itu duit semua, dan gue sama sekali tidak mendapatkan subsidi. Silahkan tanya ke teman-teman kampus gue, gimana gue nggak tahu malunya mintain mereka makanan demi nabung nambahin duit buat ini semua #curcol #bukaaib

dari twitternya om sherwin dan showmaxx kita semua tahu kalau public sale ini akan di lakukan pada tanggal 7, dengan ketentuan D1 di jual mulai pukul 08.00 dan D2 di jual mulai pukul 13.30. Gue yang tinggal di daerah Halim langsung mikir, "oke, slipi doang, 40 menitan lah dari sini, subuh aja deh tanggal tujuh minta anterin bokap kesana" tapi...semua juga baca kan, tweet di hari selanjutnya yang bilang bahwa untuk D1 nomor antrian di bagikan sejak pukul 00.00 sementara D2 pukul 08.00. Baca itu, mengingat banyaknya ELFs di Jakarta (dan Indonesia) gue langsung bisa membayangkan gimana crowdednya, hotel sejak hari sebelumnya. Berbekal uang yang sebenarnya cuma cukup buat beli tiket, gue dan teman gue di atas, fix langsung booking kamar (yang langsung penuh untuk tanggal 6-7), tanpa pikir panjang sama sekali. Pengorbanan.

akhirnya, tanggal 6 april, gue dateng ke Twin hotel sekitar jam tigaan (setelah sebelumnya ketemuan sama kak Mel dan Prima di MTA, mereka berdua udah ada di hotel sejak jam SETENGAH DUA BELAS). Sampai disana, demi segala abs-abs di badannya Siwon, lobby hotel udah PENUH sama ELF yang siap tempur dan bahkan mereka TIDAK BOOKING KAMAR. Dengan pemikiran bahwa kita punya kamar (yang harganya bikin dompet tipis) akhirnya kita bertiga naik ke atas, dan istirahat sebentar, kita bahkan udah nyusun strategi ini itu, udah bakal turun jam segini, nanti ngantri gimana, udah pembagian tugas juga tentang ini itu, dan eng ing eng, semua itu gagal. Sekitar setengah lima, kita turun ke bawah dengan niat untuk ngecek perkembangan ELF yang dateng, bener-bener cuma mau ngecek, bahkan kita bertiga dateng dengan slippers hotel dan tanpa persiapan apapun,


yak ! tiba-tiba yang kita temuin adalah seperti gambar di atas. PENUH ! sebagian ELFs yang sudah datang dari sore bahkan siang itu udah di kumpulin sama promotor di satu ruangan. Kalau promotornya cuek, mereka bisa aja tetap mentelantarkan semua ELF yang sudah datang dan baru di urusin saat jam 00.00, tapi ini ENGGAK.

Sial adalah, cuma kak Mel yang turun ke bawah bawa dompet (dan id card tentu aja) sementara gue sama Prima cuma bawa hape. Akhirnya kita keluar berdua dari ruangan itu, Prima ke atas, sementara gue ngantri dari awal (lagi !) buat masuk ke dalam tempat yang sudah di sediakan. Prima turun, ngasih dompet gue dan dia masih harus ke receptionist buat nitipin uang tiket kita yang jumlahnya jutaan dan terlalu riskan kalau di tinggl di kamar, saat itu antrian gue mulai di masukin ke dalam dan Prima ketinggalan. Alhasil, kak Mel, gue dan Prima mulai kepisah.

Promotor dengan bijaksananya, mulai membagi siapa yang mau beli untuk tanggal 28 dan 29. Kita di barisin dan di kelompokin, untuk yang tanggal 28 di masukin ke dalam ballroom sementara yang tanggal 29 tetap di ruangan itu. Promotor mulai menjelaskan sistem penjualan tiket, dan malam itu juga sekali lagi menegaskan bahwa pembagian nomor antrian masih akan di lakukan sesuai rencana. Itu sekitar jam delapan malam, dan kita semua yang ada di kelompok hari 29 udah 'menyetujui' dan menyanggupi bakal duduk dan menunggu sampai 12 jam ke depan, karena nomor kita baru akan di bagi jam delapan besok paginya (tanggal 7).

malam itu ELF semakin BERDATANGAN, bahkan gue rasa semua yang punya twitter pasti tahu kan update-an betapa RAMAI-nya suasana Twin hotel malam itu. Tanpa mengurangi kesopanan gue, untuk yang tidak dapat tiket, tanya sendiri aja deh ke diri masing-masing kenapa malam itu nggak ikut 'berjuang' untuk datang dan mencoba masuk ke Twin hotel.

sampai jam 10 malam (tepat jam 12 KST dan ulang tahunnya uri Siwon) kita yang tanggal 29 masih tetap duduk di atas lantai dingin itu, dengan kegiatan menunggu, dan ya udah, nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Gue yang cuma bermodal dompet di tangan kanan dan bb di tangan kiri, cuma bisa nelen air liur ngeliat orang makan popmie di kanan-kiri gue, niup-niup uap panasnya yang bikin hidung gue emosi karena aromanya, ngeliat setianya para orang tua yang nungguin anaknya disitu dan menyuplai semua kebutuhan anaknya, ngeliat orang yang memang ga booking kamar jadi di dalam tas mereka udah siap semua peralatan 'tempur' bahkan ada yang bawa bantal segala. Sementara gue ? Semua barang gue di kamar, dan gue nggak bisa pergi kemana-mana.

jam 11 malam, dengan semakin membludaknya ELF yang menuhin Twin hotel, pihak promotor mutar otak mereka cuma buat gimana caranya semua ELF yang udah pada berkorban dan datang malam itu bisa masuk dan ketampung di dalam. Akhirnya kita K29 (kelompok 29) di bagi jadi dua kloter, kloter satu di masukin juga ke dalam ballroom (yang menjelang tengah malam itu sudah PENUH untuk D1) sementara kloter 2 (yaitu    barisan kak Mel, gue, Prima dan sekitar 300-400 orang lainnya) di pindah ke sebuah ruangan yang gue yakin tidak di persiapkan dulu sebelumnya, dan kita sebut Black Hole Room.

ruangannya tepat di samping kolam renang Twin hotel, tapi beda tower dari tempat promotor yang ada, temboknya warna hitam, lantainya warna hitam, langit-langitnya warna hitam. Suram di tambah suram. Tapi buat kita yang ada disitu dan masih peduli sama yang diluar yang nggak bisa masuk, itu lebih dari cukup, walaupun lagi-lagi kita harus temenan sama lantai yang dingin dan keras, seenggaknya kita tahu promotor berusaha bikin kita terlindung dari hujan yang mulai turun.

gue sama Prima sempat ke kamar mandi, dan kita penasaran liat ke bawah. Depan Twin hotel udah macet, dengan ELF menuhin di parkiran depan lobby bahkan sampai ke sebrang jalan, dan penjagaan polisi dimana-mana. sekali lagi gue tegasin, ini namanya perjuangan dan pengorbanan.

menunggu. Satu-satunya kata paling tepat buat menggambarkan apa yang kita lakuin di ruangan hitam itu. Beberapa orang mulai ada yang tidur, karena kita semua masih mikir kalau kita bakalan tetap ditahan disitu sampai jam delapan pagi. Jam 00.00 kita dapet info dari temen-temen yang ada di K28 kalau mereka udah mulai di bagi nomor dan formulir buat milih kelas apa (sesuai janji) tapi tiba-tiba dateng info lain yang bilang kalau yang ada di K28 juga bisa beli buat tanggal 29.

lo tahu, gue dan temen-temen gue ngerasa semakin suram aja di ruangan itu, gue, kak Mel, galuh (temen gue yang juga ikut ngantri) sempet turun ke bawah, nerobos hujan, cuma buat nanya tentang masalah pembagian kuota ticketing ini. Bisa bayangin nggak sih, betapa parno dan takutnya kita yang udah sama-sama disana sejak sore dan begadang kaya gitu, tiba-tiba nasibnya jadi kabur. Nggak cuma sekali kita bolak-balik ke bawah, bahkan kita yang di kloter dua ini sempet takut keduluan sama kloter tiga yang di juga di masukkin ke dalam ballroom, agar kloter yang selanjutnya (dan juga di luar) bisa masuk ke dalam.

gue masih inget banget, gue ngecharge bb di pojok ruangan yang sama sekali nggak ada lampunya, yang entah kenapa sudut itu bawahnya masih semen (bukan keramik), senderan di dinding dengan semua rasa capek dan pikiran bisa dapet tiket apa nggak, yang kalau boleh jujur, kalau bisa nangis rasanya gue udah mau nangis. gue sempet buka timeline, dan gue liat tweetnya Siwon yang thanks atau apalah itu buat ucapan hari ulang tahunnya, dan meski gue Siwon biased rasanya saat itu gue mau lempar bb gue sangking emosinya. Dia nggak tahu kan gue dan kita semua segininya cuma buat ketemu dia ketemu mereka ?!!

keadaan disitu nggak ada bedanya sama korban pengungsian bencana alam dan kalau ada kata yang lebih dalam maknanya daripada menyedihkan, gue bakal pakai kata itu buat gambarin suasana kita semua disana.

jujur, malam itu gue memang sedikit kecewa sama promotor. ngerasa di abaikan dan nggak di anggap, nggak tahu apa-apa dan sama sekali nggak ngerti setelah semua yang kita lakuin itu bisa dapet tiket apa nggak. hal yang wajar gue rasa, karena kita ngalamin sendiri apa yang sebenarnya terjadi malam itu.

tapi akhirnya Prima dan Mega bisa ketemu sama om Sherwin langsung dan jelasin semua pikiran yang ada di kepala orang-orang kloter 2 yang nasibnya terasa paling tidak jelas sedunia, dan sekitar jam setengah tigaan pagi, om Sherwin dan para staffnya nemuin kita di ruangan hitam itu, dia sendiri minta maaf soal kesalahan prosedur di bawah dan dia nunjukkin formulir D2 yang anak-anak D1 dapetin di bawah dan udah dia robek dan batalin sendiri di depan kita semua. Dia baik dan bertanggung jawab, di atas itu semua, dia berusaha dan dia cuma manusia biasa yang berusaha menuhin semua keinginan orang yang ada disana.

jam tiga, akhirnya K29 dapet tiket antrian dan juga formulir. Oke, yang ini memang lebih cepat lima jam dari janji awal. Tapi, keadaan memang sudah di luar kendali, dari kabar yang gue tahu belakangan polisi bahkan udah mengamankan pintu masuk hotel karena sewaktu-waktu bisa aja 'dihancurkan' sama ELF yang ada disana. Dipercepatnya pembagian nomor ini semata-mata untuk menekan lebih banyak jatuhnya hal-hal di luar kendali, secara subjektif sebagai orang yang nunggu dari sore gue memang senang karena tidak harus menunggu sampai jam delapan, tapi secara objektif-pun, gue nggak tahu lagi apa jadinya Twin hotel kalau promotor tetap bertahan bagi nomor jam delapan.

lagipula seandainya tetap di bagiin jam delapan, dengan banyaknya ELF yang sudah ada di dalam, gue yang bego matematika juga udah bisa ngejamin kalau ya percuma aja, mereka yang baru dateng pagi hari dan nunggu di luar tetap aja nggak bakal dapet.

selepas di bagiin ini, gue sama temen-temen gue naik ke atas, dan kembali ke kamar, ya seenggaknya kita nggak rugi-rugi banget booking kamar disini. kita masuk kamar itu sekitar jam setengah empat-an dan tidur juga nggak bisa lama karena rasanya udah terlalu capek dan walaupun kita udah pegang nomor tapi masih tetap aja kepikiran segala hal. sekitar jam 6an pagi, gue, Prima sama Mega sempat turun ke bawah, dan lobby udah ditutup, kita mau cari sarapan dan harus keluar lewat basement, saat kita liat ke parkiran depan lobby suasananya udah kaya gini


gue sempet ketemu temen SMA gue dan dia nangis karena baru dateng pagi itu, dimana dinyatakan bahwa tiket udah sold out, gue juga ga bisa bantu apa-apa, percaya deh kita yang di dalem juga sedih lihat mereka yang di luar, tapi jangan kecilin usaha kita juga yang udah begadang kelesotan di lantai tanpa hiburan, nggak makan, ngorbanin waktu berjam-jam kaya gitu.

sementara yang ini gambar yang gue ambil dari jendela kamar di lantai tujuh


jam 12, kita bertiga check out dan ikut bergabung lagi dengan ELF lainnya yang menanti nomornya di panggil. ya, lagi dan lagi kita menunggu, gue sendiri dapet nomor E 227, kita di kumpulin, dan dinaikkin ke atas per-lima puluh nomor, dan bentuk antriannya seperti ini


sampai atas kita masih di oper dari ruang ini ke ruang ini dan seterusnya. dan bisa di bilang suasana kembali 'panas' karena tiba-tiba ada pengumuman kalau Junior Vip tinggal sisa yang L doang, segala bentuk orang mulai dari mbak-mbak sampai ibu-ibu udah pada emosi tingkat tinggi. Mungkin cuma gue dan kak Mel yang berusaha positive thinking, kalau emang Allah kasih kita tempat disana, berarti memang ada sesuatu yang udah di siapin buat kita dengan segala pengorbanan ini. Lagipula juga, masih mending kan kita dapet tiket setelah penantian semuanya, pikir lagi deh itu semua orang yang banjir air mata di luar gimana rasanya.

masuk ke ruang ticketing, disana cukup banyak ticketor (??) yang ngelayanin kita, ramah-ramah juga walaupun udah di bentak, di marahin, di demo, dan sebagainya. dan setelah voucher penukaran di tangan, kita tinggal ke cashier dan bayar. tuntas sudah semua perjuangan dua hari itu.

apa yang gue tulis ini, murni dari pengalaman gue dua puluh empat jam ada disana demi konser empat jam. Gue sendiri sangat keberatan dengan berbagai komentar panas serta pedas bahkan kasar dan tidak berpendidikan yang di berikan kepada pihak promotor. Mereka sudah sangat berusaha melakukan yang terbaik, terutama om Sherwin, dan jangan jadi pengecut dengan komentar segala macam tapi kalian tidak tahu sama sekali apa yang terjadi di dalam Twin hotel dari sore tanggal 6 april itu sampai tanggal 7nya.

banyak tweet yang bilang, "om pikirin kita dong yang udah bangun subuh-subuh terus nggak dapet tiket !" . terus gue dan temen-temen lainnya ini apa ? yang dateng dari ashar bahkan zuhur ! lo semua malam itu tidur di atas kasur empuk kan ? selimutan pakai bantal ngempit guling. Kita ? Bisa dapet tempat yang ada senderannya aja udah alhamdulillah banget.

semua pada bilang tiket banyak di jual ke calo, oke, gue sendiri yang di dalam sana juga bisa ngelihat ada banyak calo yang ikut antri. tapi terus promotor harus gimana lagi, nambah satu hari lagi buat pembagian nomor antrian karena harus ada hari buat tes "anda benar-benar ELF atau bukan ?!" gitu ?!!

banyak juga fake news yang bilang kalau artis nggak perlu ngantri dan mereka bisa dapet tiket dengan mudah. gue barusan baca tweetnya temen gue dan dia bilang, dia sempat ketemu sama Devi Permatasari yang ikut ngantri bareng suami dan anaknya. Atau gini deh, pakai contoh yang berhubungan banget sama dunia ini, waktu kemarin Shinhwa konser, Kyu, Leeteuk, Wook, Hae pada nonton kan ? Kalau seandainya tiket konser itu tidak dijual online tapi public sale gini, gue yakin mereka juga bakal nyuruh manajer atau asisten mereka buat antriin tiket, mereka enggak akan ambil resiko buat bikin fanmeet dadakan !

seriusan, gue kesel banget liat orang yang marah di timeline gue dan caci maki pakai bahasa seenak jidat mereka sendiri. oke, memang sedih banget kalau nggak dapet tiket, mungkin gue juga bakal nangis-nangis kali kalau enggak dapet tiket ini. bahkan ada yang bilang ke temen gue kalau enggak rasional nyuruh anak gadis nginep semalem suntuk kaya gitu. ya udah kalau memang kita nggak rasional, kalau memang orang tua gue nggak rasional kaya ngasih ijin ke gue sampai buat nginep, tapi seenggaknya kita dapet kan.

gue sendiri percaya masih banyak jalan buat ELF yang bener-bener yakin sama garis jodoh mereka sama oppadeul. masih ada dari fanbase dan insyaAllah masih ada dari kuis-kuis (please buat yang ini smart think, cari yang asli dan kompeten). tunjukkin perjuangan dan pengorbanan buat semua ini, karena pada akhirnya, memang kita yang berhasil karena kita mati-matian kaya gini.

stop bashing promotor, dan tunjukkin support serta sportivitas kita, jangan sampai ini jadi SuperShow yang pertama dan yang terakhir di Indonesia. Gue yakin ELF yang memang cinta sama Super Junior bakal sama-sama dan kompak buat bikin ini jadi pembuka konser oppa untuk konser-konser yang selanjutnya.

promotor benar-benar sudah berusaha yang terbaik bahkan sangat memperhatikan kita, percaya deh, selama dua hari kemarin, mereka adalah sosok paling stres dan tertekan di banding yang lain, belum lagi gue denger setelah ini kemungkinan mereka bisa ada masalah sama polisi karena keributan yang terjadi. mereka juga manusia, dan mereka tahu ELF Indonesia banyak, tapi kalau memang kemampuan ticket yang ada memang hanya segitu harus di apain lagi.

sekali lagi, gue cuma ingin menghimbau, untuk yang sama sekali tidak tahu apa-apa soal kemarin, nggak usah ngomong macem-macem. untuk yang udah sampai depan dan pada akhirnya harus 'diusir' sama polisi, kalian harus tahu keadaan di dalam orang juga udah hopeless semua, kalau kalian masuk, kalian cuma bakal di php-in karena udah nggak ada tiket yang bisa di jual juga buat kalian.

buat gue cuma, ini bakal jadi hal paling tak terlupakan sepanjang hidup gue..

with full love,

anin. ( @nindhiyaa )

Sabtu, 03 Maret 2012

Failed Person

Hallo~^^
Udah lama banget gue nggak ngeblogging. Blog ini sampai penuh sama sarang laba-laba dan jamur dimana-mana. Huft, ada yang berniat buat bersihin ? haha~
Wanna share something ! A lil’ bit emotional, fyi...i write it while crying like baby >.<
Crying ?
Hahaha.
Tadi gue iseng google beberapa eng-trans dari lagu-lagu korea yang gue punya, sampai gue melihat sebuah translate lagu, berjudul “Hello to Myself” by Ye Eun (Wodergirls) yang juga merupakan ost.Dream Hugh 2, karena penasaran, akhirnya gue klik post-an itu, dan baca arti lagu itu.
Boleh percaya dan boleh bilang gue cengeng, tapi serius, mata gue langsung berkaca-kaca baca arti lagu tsb, dan ini lirik lagunya dalam bahasa inggris :
Hello, this is February 2012, a very cold winter
Where are you – how close are you
To the dream that I wanted so bad ?
Here, I’m still falling and crying again           
I’m hurt and tired and have no strength to get up
But you would probably see me and smile
Hello to myself, hello to myself
Will you comfort me, saying don’t cry ?
Hello to myself, hello to myself
Will you tell me that I can do it ?
Hello hello – don’t cry – hello hello – get up
How arw you – how is it to fulfill your dream ?
Doesn’t  it hurt when you pinch yourself ?
Or is it sometimes boring because it’s become s normal routine for you ?
If you ever get lonely and tired, will you remember me, who used to dream here ?
Hello to myself, hello to myself
Will you think of me here and smile ?
Hello to myself, hello to myself
Will you be happy to the point where your heart overflows ?
Hello hello, smile – hello hello, just like that
Karena penasaran, akhirnya gue langsung download lagu itu, dan setelah gue dengerin, musik akustiknya, entah kenapa malah bikin gue nangis. Like now.
Keseluruhan lagu itu mungkin memang tidak menggambarkan gue. Tapi bagian yang gue ‘pink’ di atas, buat gue adalah kalimat-kalimat yang rasanya nampar gue.
Mimpi ? Kalau gue sedikit scroll ke bawah, gue masih bisa melihat postingan penuh emosi gue setahun lalu. Saat gue terpuruk karena gagal SNMPTN dan saat gue berusaha untuk terus maju dengan memegang satu mimpi.
Tapi nyatanya enggak satupun dari mimpi-mimpi yang gue obrolin sepanjang hari selama masa-masa gue SMA itu terwujud. Gue enggak cukup hebat dan mampu untuk meraih mimpi gue sendiri. Mimpi gue sendiri ! Memalukan, kan ? Yes, I am. Sampai gue takut bermimpi, sampai gue melangkah ke dalam kehidupan kampus, dan berubah menjadi seorang mahasiswi tanpa mimpi.
Gue selalu suka kata-kata Arai di Sang Pemimpi (Andrea Hirata) “Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu” . Tapi dalam sekejap, kata-kata itu enggak memotivasi gue sama sekali.
Gue berjalan. Jadi seorang mahasisiwi Komunikasi, dan gue tidak mempunyai mimpi, apapun. Rasanya gue menjalani hidup, dari pagi ketemu malam, sebatas karena itu rutinitas, sesuatu yang memang harus gue jalani. That’s it. Tanpa passion atau apapun, gue enggak punya tujuan, gue enggak bermimpi untuk lulus cepat, atau untuk jadi si anak pintar. Gue takut, rasanya melepas mimpi itu kaya dengan sengaja melepas separuh nyawa, dan bahkan sampai hari ini gue masih akan merasa sangat tidak nyaman, kalau gue harus membahas, gue adalah seorang yang gagal dalam meraih mimpi gue.
Failed person.
Tapi sampai kapan gue harus kaya gini ? Gue enggak akan bisa kan hidup kaya gini terus ? Kadang, sesekali gue bakal bercanda dengan jawab “mimpi gue adalah nikah sama Siwon (Member Super Junior) atau anggota Super Junior lainnya”, itu memang mimpi, tapi ini bukan gue. Bukan gue yang bahkan di awal tahun lalu, masih dengan semangat bilang ke temen sebangku gue.
“Put, gue bakal pakai jaket kuning itu, dan gue bakal jadi psikolog empat tahun lagi !”
Apa gue menyesalinya ? Iya. Tapi apa gue pengen mencoba lagi ? Enggak. Beberapa orang menyarankan gue untuk mencoba tes lagi di tahun ini, tapi gue enggak mau. karena gue udah enggak punya mimpi, karena bahkan masuk kampus itu dengan jurusan tersebut bukan lagi jadi mimpi gue.
Dan, gue juga enggak bilang kalau gue enggak betah dengan jurusan gue sekarang. Ini cukup menarik, gue dapet nilai lumayan, dan ya, seenggaknya gue masih gue yang tipe anak nerd tukang nyatet dan berujung dengan catetan yang selalu di fotkop sebelum ujian sama temen-temen gue. Tapi hidup tanpa mimpi itu, datar. Enggak ada tantangan, sometimes gue malah merasa hidup gue enggak ada rasanya. Hambar.
Beberapa minggu lalu, gue punya kesempatan buat liburan ke Singapore, saat gue jalan-jalan di sebuah mall, ada pameran foto dan lukisan, dan gue tertarik sama satu dinding yang memajang lukisan/foto dengan dua objek utama, pintu dan cahaya. Gue baca keterangannya, dan ada kalimat yang bikin gue sedikit merenung saat itu.
“Why don’t we carry our own light and create our own door ?”
Kalimat sederhana. Tapi gue bisa merasa artinya yang dalam.
Sepanjang gue hidup, selama delapan belas tahun lebih, gue tumbuh jadi si anak penurut yang ber-image baik-baik, enggak pernah berontak sedikitpun, dan di mata gue haram hukumnya buat ngecewain orang di sekitar gue.
Dan saat gue jadi si gagal, otomatis gue mengecewakan semua orang, mengecewakan semua orang sampai gue enggak ngerti gimana caranya buat minta maaf dan nunjukkin rasa bersalah gue. Gue bahkan memutuskan untuk menjauh dari ‘hidup’ gue beberapa saat, karena gue merasa seluruh dunia mentertawakan kegagalan gue.
Saat kalimat itu terus berputar di kepala gue, tiba-tiba gue kepikiran tentang menulis. Gue bukan seorang penulis yang ‘mampu’ dan ‘baik’ tapi setidaknya gue selalu merasa nyaman saat gue melakukan kegiatan ini.
Klik. Menulis. My own door to lead me reach my own light.
Beberapa kali, gue mengutarakan keinginan gue untuk berhenti kuliah. Sekali lagi bukan karena gue enggak nyaman, tapi karena sampai saat ini masih ada pertanyaan di otak gue “apa ini yang benar-benar gue mau ?”. Gue tahu, gue enggak akan seberani itu untuk ngambil keputusan tersebut. I’m a big looser, anyway.
Kenapa harus berhenti kuliah ? Sederhana, karena gue bukan ingin jadi penulis dengan hasil karya gue terpajang di rak toko buku ternama dan menjadi best seller (Meskipun kalau kesempatan itu datang, gue akan sangat bersyukur), gue hanya ingin jadi penulis yang menulis untuk menenangkan hati tapi juga bisa menyentuh pembaca gue. Penulis yang menulis. Bukan penulis yang menghasilkan.
Yang mungkin akan terdengar sedikit gila, tapi gue ingin pergi dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain, satu negara ke negara lain, mencari setiap titik kisah untuk gue tuangkan dalam tulisan-tulisan yang bikin batin gue sendiri nyaman. Bukan gelisah karena dikejar deadline.
Apa itu mimpi ? Atau malah hanya sekedar angan ? Gue enggak mau memastikan. Bermimpi masih jadi sesuatu yang menyeramkan buat gue. Saat gue berdiri di depan kaca dan mengingat ke belakang, saat itu bahkan rasanya bayangan gue lagi tersenyum sinis ke arah gue dan bilang “lo masih punya nyali untuk ngelihat diri lo sendiri ?! enggak punya malu setelah gagal meraih mimpi yang lo agung-agungkan sendiri ?!”
Apa yang sekarang bakal gue jalanin ? Tentu balik ke rutinitas gue, bangun pagi, kuliah, pulang, di rumah, tidur dan mengulanginya lagi dari awal di keesokkan hati. Membosankan ? Ya. Punya pilihan lain ? Ya. Berani melangkah ? Belum.
Gagal satu kali bikin gue terpuruk. Kegagalan kedua, gue terima dengan lapang dada dan mencoba untuk maju. Tapi yang ketiga, dunia gue berubah total. Gelap. Kosong. Tanpa mimpi.